Sabtu, 12 Maret 2011

An-Nahwu

بسم الله الرحمن الرحيم
Kalimah (الكلمة)
A.Definisi
الكلمة –هو- قول مفرد
Kalimah (dalam bahasa Indonesia disebut kata) menurut pakar ilmu nahwu ialah Qoul yang mufrod.
Yang dimaksud dengan Qoul ialah Lafadz bermakna seperti lafadz زيد (Si zaid) , رجل (seorang pria) , فرس ( kuda) , dll. Dengan demikian tulisan (bukan lafadz) dan lafadz yang tidak bermakna seperti ديز (kebalikan lafadz زيد ) tidak bisa dinamakan Qoul dan secara otomatis tidak bisa dikatakan kalimah.
Sedangkan Mufrod ialah lafadz yang bagian-bagian pembentuknya tidak menunjukkan makna seperti lafadzرجل ( huruf ر yang nota bene sebagai salah satu bagian pembentuk lafadz رجل tidak bermakna ). Tidak seperti lafadz غلام زيد yang bagian2 pembentuknya menunjukkan makna ; غلام menunjukkan makna sendiri , زيد juga menunjukkan makna sendiri.
Catatan: lafadz غلام زيدmemang tidak satu kalimah melainkan sudah dua kalimah yang tersusun.

B.Macam-macam kalimah
الكلمة جنس تحته انواع ثلاثة : اسم وفعل وحرف
Kalimah ada 3 macam : Isim, Fiil, dan huruf.
• Isim : lafadz yang mempunyai makna dan tidak terikat dengan dimensi waktu (lampau,sekarang,dan akan datang). Seperti kata رجل.
• Fi’il : lafadz bermakna yang terikat dengan salah satu 3dimensi waktu. Misal kata مشى- يمشي (berjalan)
• Huruf : lafadz yang tidak mandiri, yakni tidak bisa menunjukkan makna kecuali jika bergabung dengan kalimah lain.misal lafadz قد. lafadz tersebut tidak dapat menunjukkan arti kecuali disambung dengan kalimah lain contoh قد قام زيد lafadz قد disini menunjukkan arti تحقيق . artinya sesungguhnya.
C.Ciri-ciri kalimah.
C.1.Ciri-ciri kalimah isim.
Kita bisa mengenali kalimah isim dengan salah satu dari ciri-ciri berikut ini:
 Dapat menerima ال Seperti lafadz الرجل,الكتاب.
 Dapat dijadikan منادى (yang dipanggil). Misal: يا أيها النبي, يا لوط lafad النبي dan لوط adalah isim dengan bukti keduanya dijadikan منادى (dimasuki salah satu perangkat نِداء yakni يا ).
 Dapat dijadikan مسند اليه (disandari status) baik status yang disandarkan tersebut berupa fi’il,isim,maupun jumlah. Contoh: زيد أخوك (si zaid adalah saudaramu) lafadz زيد disandari status yang berupa status saudara yakni أخوك.
Catatan: Sebenarnya masih ada ciri2 isim selain 3 ciri diatas. Namun tiga yang tersebut diatas kiranya sudah mencukupi.

C.2.Ciri-ciri kalimah fi’il.
Perlu kita ketahui bahwa fi’il ada tiga yaitu fi’il madly(ماضي),mudlori’(مضارع),dan amr(أمر).
o Adapun fi’il madli dapat dikenali dengan ciri bisa menerimaتاء التأنيث الساكنة (ta’ ta’nits sakinah). Misal: قامتْ,قعدتْ
Lafad نعمَ,بئسَ,عسَىdan ليسadalah fiil madli dengan bukti bisa menerima ta’ ta’nis sakinah; menjadi نعمت,بئست,عست dan ليست.
o Sedangkan fiil amr adalah fiil yang menunjukkan arti memerintah serta bisa menerima ياء المؤنث المخاطبة (ya’ yang berarti perempuan yang diajak bicara/Engkau perempuan). Contoh: ارجعي kembalilah (yang diajak bicara adalah cewek)
o Dan fiil mudlori’ ditandai dengan ciri bisa menerima لم seperti lafadz لم يقُمْ serta diawali dengan satu dari huruf-huruf yang terhimpun dalam lafadz نأيت (نون,ألف,ياء,تاء) Huruf-huruf tersebut selamanya dibaca fathah kecuali pada fiil ruba’i (fiil yang -akar kata-nya terdiri dari 4 huruf); maka dibaca dlummah contoh: يُدخرج akar katanya adalah دخرج yang terdiri dari 4 huruf.
Catatan:
Masih ada ciri-ciri fiil selain yang tersebut diatas, diantaranya sebagai berikut: bisa menerima ضميرالفاعل,سوف,سين,قد atau نون التوكيد
misal: ليكتبَنَّ,ليكتبَنْ,اكتبَنَّ,اكتبَنْ,قُمْتَ,قُمْتِ,سوْف نذهبُ,سَتذهب,قد يقوم,قد قام. dengan demikian Lafadz يكتب,اكتب,قام,يقوم,تذهب,نذهب ialah kalimah fiil.
C.3.Ciri-ciri kalimah huruf.
Kalimah huruf ialah yang bukan isim dan bukan fiil. Dengan begitu tandanya adalah dengan ke-tidakbisa-annya menerima ciri-ciri kedua kalimah tersebut.
Kalimah huruf ini ada tiga model:
 Bisa menggandeng isim dan fiil seperti huruf هل contoh:
o هل أنتم شاكرون (yang menggandeng isim)
o وهل أتاك نبأ الخصم (yang menggandeng fiil)

 Hanya bisa menggandeng isim saja seperti huruf في contoh:
وفي السماء رزقكم وما توعدون
 Spesial masuk pada fiil seperti huruf لم contoh: لم يلد ولم يولد


Kalam ((الكلام
A. Definisi
والكلام قول مفيد مقصود
Kalam (dalam bahasa Indonesia disebut kalimat) ialah qoul yang memberi pemahaman serta dengan disengaja (diucapkan secara sadar). Seperti ucapan si zaid berdiri زيد قائم, saudaramu dudukجلس أخوك .
Catatan: poin memberi pemahaman tidak akan tercapai kecuali jika Qoul tersebut merupakan rangkaian dalam tarkib isnadi.
Sedangkan tarkib isnadi ialah rangkaian kalimah (struktur kalimat) yang diprogram untuk menghasilkan nisbat (status/hukum/predikat), yakni rangkaian kalimah yang terbentuk dari مسند (yang disandarkan) dan مسند اليه (yang disandari status/hukum) sehingga mengecualikan tarkib idlofi dan tarkib mazji.
B. Macam-macam kalam
Kalam terbagi 2 macam:
1. Berita (خبر),yaitu kalam/ucapan yang kandungannya punya kemungkinan benar atau salah. Misal zaid makan nasi.
2. Insya’ إنشاء)), yaitu ucapan yang tidak mengandung dua kemungkinan tersebut. Seperti ucapan yang bermuatan perintah,pertanyaan,pengandaian,dll contoh: duduklah!, Siapa namamu? ,“seandainya kekasihku datang.”

I’ROB ( الإعراب)
A.Definisi I’rob
الإعراب أثر ظاهر أو مقدّر يجلبه العامل في أخر الإسم المتمكن والفعل المضارع
I’rob ialah dampak (baik tampak maupun tidak) pada akhir isim mutamakkin dan fiil mudlori’ yang ditimbulkan oleh amil.
Seperti harokat dlummah,fathah,dan kasroh pada ucapan جاء زيدٌ,رأيتُ زيدًا dan مررتُ بزيدٍ. perhatikanlah, bukankah harokat-harokat tersebut merupakan dampak (yang tampak) yang ditimbulkan oleh ‘amil-‘amil yang memasukinya (yakni lafadz جاء,رأىdan huruf باء ).Adapun contoh dampak yang tidak tampak yaitu seperti harokat-harokat yang diyakini tersimpan pada akhir lafadz الفتى dalam ucapan جاء الفتى (tersimpan harokat dlummah),رأيت الفتى (tersimpan harokat fathah) dan مررتُ بالفتى (tersimpan harokat kasroh). Harokat-harokat yang tersimpan itulah i’rob itu.

Catatan: setiap isim yang berakhiran huruf alif (lazim disebut alif layyinah) seperti lafadz الفتى maka i’robnya pasti dikira-kirakan/tersimpan (Muqoddar) pada huruf alif tersebut karena selamanya alif tidak bisa menyandang harokat. I’rob semacam ini populer dengan sebutan I’rob taqdiry.

Ingat! Setiap kalimah tidak akan terlepas dari i’rob atau bina’(lawan i’rob); kalau tidak mu’rob (menerima i’rob), pasti mabny (tidak menerima i’rob / tidak berubah karena ‘amil).

B.Macam-macam I’rob
وأنواعه رفع ونصب في اسم وفعل كزيد يقوم وانّ زيدا لن يقومَ وجرّ في اسم كزيد وجزم في فعل كلم يقمْ
Macam-macam i’rob ialah sebagai berikut:
• Rafa’. (pada isim dan fiil), contoh: زيدٌ يقومُ
• Nashab. (pada isim dan fiil), contoh: انّ زيداً لنْ يقومَ
• Jarr. (spesial pada isim), contoh: كزيدٍ
• Jazm. (spesial pada fiil), contoh:لمْ يقمْ
C.Tanda-tanda i’rob.
Tanda-tanda asli keempat i’rob tersebut ialah dlummah untuk i’rob rafa’, fathah untuk i’rob nashab, kasroh untuk i’rob jarr, dan sukun untuk i’rob jazm sebagaimana contoh di atas.
Dan berikut ini adalah tanda-tanda I’rob yang keluar dari keasliannya:
1. I’rob jarr pada isim ghoiru munshorif (isim yang tidak menerima tanwin), yakni dengan tanda fathah.Contoh: مررتُ بأحمدَ , ومررت بأفضلَ منه . isim ghoiru munshorif ini sama dengan isim yang munshorif (menerima tanwin) dalam dua hal, yakni keduanya ditandai dengan harokat dlummah ketika rafa’ dan dengan fathah ketika dalam keadaan nashab. Dan berbeda dengan isim munshorif dalam dua hal, yaitu ia (isim ghoiru munshorif) tidak bisa ditanwin dan dijarrkan dengan tanda fathah.
Tetapi ada dua kondisi dimana isim ghoiru munshorif ini masih menggunakan tanda i’rob yang asli (kasroh pada kondisi jarr), yaitu:
• Ketika diidlofahkan, contoh: مررت بأفضلِ القوم
• Menyandang ال , contoh: مررت بالأفضلِ
2. I’rob nashab pada jama’ mu’annats salim (جمع المؤنث السالم)dengan tanda harokat kasroh sebagai ganti dari harokat fathah. Contoh: خلق اللهُ السّمواتِ lafadz السّمواتِ berposisi sebagai maf’ul bih sehingga harus terbaca nashob. Sedangkan tanda nashobnya adalah harokat kasroh.
Jama’ muannats salim adalah lafadz-lafadz yang proses penjamakannya dengan menambah alif dan ta’ .
Ada lima macam bentuk lafadz yang bisa di-jama’ muannats salim-kan, yaitu:
 Lafadz-lafadz yang menyandang ha’ ta’nits, seperti: طلحة dijama’kan menjadi .طلحات
 Lafadz-lafadz yang menyandang alif ta’nits , sepeti: حبلى menjadi حبليات
 Lafadz mudzakkar yang ditashghiir (dikecilkan) serta tidak berakal, seperti: دريهم menjadi دريهمات
 Lafadz-lafadz yang digunakan sebagai nama perempuan yang tanpa tanda mu-annats, seperti: زينب menjadi زينبات
 Kata sifat mudzakkar yang tidak berakal, seperti: معدودmenjadi معدودات
3. Pada asma’ as sittah (الأسماء الستة) , yaitu: dengan huruf wawu untuk tanda i’rob rafa’, dengan huruf alif untuk tanda i’rob nashob, dan dengan huruf ya’ untuk tanda i’rob jarr.
Asma’ as sittah tersebut ialah:
• ذو yang bermakna صاحب (yang mempunyai), contoh: جاء ذو مالٍ,
رأيتُ ذامال, مررتُ بذي مال .
jika tidak bermakna صاحب maka menurut bani thoyyi’, ia (ذو) dimabnikan sukun (wawunya selalu disukun) atas nama ia adalah isim maushul bermakna “yang” . contoh: جاء ذو قام, رأيت ذو قام, مررت بذو قام . Lafadz ذو selamanya tidak bisa diidlofahkan pada isim dlomir.
• فم dengan ketentuan mim-nya harus terlepas, jika tidak maka ia tetap menggunakan tanda i’rob yang asli yakni dengan harokat, seperti: هذا فَمُك, رأيتُ فَمَك,نظرتُ في فَمِك
• أب berarti: ayah, contoh: جاء أبوك, رأيت أباك, مررت بأبيك
• أخ berarti: saudara laki-laki, contoh: جاء أخوك ,رأيت أخاك, مررت بأخيك
• حم berarti: famili dari jalur suami, contoh: جاء حموك, رأيت حماك, مررت بحميك
• هن digunakan untuk samaran bagi perkara yang tabu, contoh:
هذا هنوك, رأيت هناك, نظرت إلى هنيك
Syarat penggunaan i’rob ini adalah sebagai berikut:
 Tidak dimudlofkan pada ya’ mutakallim
Jika semua isim tersebut diidlofahkan pada ya’ mutakallim maka dii’robi dengan tanda harokat yang dibayangkan ada pada huruf yang berada sebelum ya’ mutakallim, cth: هذا أبي, رأيت أبي, مررت بأبي
 Berbentuk mufrod
Jika isim-isim tersebut berbentuk jama’ atau tatsniyah maka tanda i’robny seperti tanda dalam betuk jama’ dan tatsniyah, contoh:
هذان أبواك, رأيت أبوَيْك (tatsniyah)
هم أباءُكم, رأيت أباءَكم (jama’taksir) dengan tanda i’rob asli.

 Berbentuk mukabbar (normal) atau tidak di-tashghiir
Jika dibentuk tashghir maka dimu’robkan dengan tanda harokat (tanda i’rob asli), contoh: هذا أُبَيُّك, رأيتُ أُبيَّك (dari أب ditashghir menjadi أُبَيُّ )
 Tidak menyandang ya’ nisbat
Jika menyandang ya’ nisbat maka dimu’robkan dengan tanda harokat (tanda i’rob asli) , contoh: هذا أبَويُّك
Catatan:
I’rob dalam asma-us sittah ada tiga model:
 I’rob taam, ialah i’ rob dengan huruf (wawu, alif, dan ya’) , contoh: جاء أبوك, رأيت أباك, مررت بأبيك
 I’rob naqsh, ialah i’rob dengan harokat (dlummah, fat-hah, dan kasroh) , contoh: جاء أبُك, رأيت أبَك, مررت بأبِك
 I’rob qoshr, ialah i’rob dengan harokat yang dikira-kirakan pada huruf alif dalam segala kondisi i’rob. , contoh: جاء أباك, رأيت أباك, مررت بأباك
Yang afshoh (paling fasih) bagi lafadz هن adalah menggunakan i’rob naqsh. Adapun dengan i’rob taam itu sedikit sekali orang arab yang menggunakannya. Saking sedikitnya, imam farro’ dan Abul Qosim Az Zajjajy tidak mengetahuinya sehingga mereka mengatakan bahwa isim-isim yang menggunakan i’rob taam ini hanya ada 5 ( Al khomsah), bukannya 6 (As-sittah).

4. isim tasniyah. (اسم تثنية/المثنّى)
Adalah termasuk yang menggunakan tanda i’rob pengganti/ tidak asli. Yakni menggunakan tanda alif untuk i’rob rofa’, dan ya’ untuk i’rob nashob & i’rob jarr.
Isim tatsniyah ialah isim yang menunjukkan arti “dua”/ganda sebagai bentuk ringkasan dari dua isim yang diathofkan (dihimpun), seperti lafadz الزيدان; sebagai bentuk ringkasan dari lafadz زيد و زيد.
Syarat-syarat isim bisa dibentuk tatsniyah, sebagai berikut:
 Mu’rob (menerima i’rob)
Maka lafadz yang mabni (lawan mu’rob) tidak bisa dibentuk tatsniyah. Adapun lafadzالّذان, الّتان, ذان, تان yang natabenenya sebagai isim-isim yang mabny) bukan merupakan bentuk tatsniyahnya lafadz الّذي, الّتي, ذي, تيakan tetapi merupakan lafadz-lafadz yang dibentuk (sejak awal) sebagai lafadz yang menunjukkan arti ganda.
 Mufrod
Maka lafadz-lafadz dlam bentuk jama’ dan tatsniyah tidak dapat ditatsniyahkan.
 Munakkar (isim nakiroh/ tidak ma’rifat)
Maka lafadz yang digunakan untuk nama/‘alam (العَلَم) dan masih mempertahankan status kema’rifatannya tidak dapat ditatsniyahkan. Jika bermaksud membentuk tatsniyah dari isim ’alam maka isim ’alam tersebut diniatkan sebagai isim nakiroh dengan memasang ال ,karena isim nakiroh adalah isim yang bisa menerima ال , seperti: الزيدان
 Tidak ditarkib
Maka lafadz yang sudah ditarkib (dirangkai) baik tarkib isnady maupun tarkib mazji tidak bisa ditatsniyahkan. Seperti lafadz بعلبك (tarkib mazji) dan تأبّطَ شرّاً(tarkib isnady) yang digunakan sebagai nama. Adapun tarkib idlofy dapat dibentuk tasniyah dengan mentatsniyahkan juz (bagian) yang pertama, contoh: عبد الله menjadi عبدا الله danخادم الدار menjadi خادما الدار
 Cocok lafadznya
Maka lafadz ابوين yang merupakan ringkasan dari اب وأمّ bukan tatsniyah melainkan mulhaq bit-tatsniyah.
 Cocok ma’nanya
Maka dua lafadz yang ma’nanya beda tidak dapat dibentuk tatsniyah. Seperti lafadzعين و عين yang salah satunya dikehendaki ma’na mata dan yang satunya lagi dikehendaki ma’na mata air (sumber) tidak boleh ditatsniyahkan menjadi عينان .
 Memiliki padan
Maka lafadz قمر (rembulan) yang mana tidak mempunyai padan karena di bumi hanya ada satu rembulan, tidak dapat ditatsniyahkan. Adapun lafadz قمرَيْنِ yang berasal dari شمس و قمر adalah Mulhaq bit tatsniyah bukan isim tatsniyah.
 Tidak terwakili oleh lafadz yang lain
Maka lafadz سواء (berarti: ‘sama’) tidak bisa dibentuk tatsniyah karena sudah terwakili (tercukupi) oleh tatsniyahnya lafadz ,سي yakniسيانِ (berarti: kedua-duanya sama). Tidak boleh dikatakan سواءانِ .
jika ada isim yang menunjukkan arti dua/ganda dan tidak memenuhi syarat-syarat di atas maka disebut Mulhaq bit tatsniyah (ملحق بالتثنية).
Ada beberapa isim yang i’robnya disamakan (Mulhaq) dengan isim tatsniyah, yaitu:
اثنان, اثنتان, ثنتان isim-isim tersebut bukan isim tatsniyah karena tidak mempunyai bentuk mufrod (tunggal). Jadi, isim-isim tersebut bukan merupakan bentuk ringkasan dari dua isim yang di’athofkan.
كلا, كلتا yang diidlofahkan pada isim dlomir. Jika di’athofkan pada isim dhohir, maka menggunakan i’rob taqdiry yakni dengan harokat (tanda i’rob asli) yang dikira-kirakan pada huruf alif. Karena! Ingat! Alif selamanya tidak mampu menyandang harokat.

5. Jama’ mudzakkar salim. (جمع المذكر السالم)
adalah termasuk yang menggunakan tanda i’rob pengganti/ tidak asli. Yakni menggunakan tanda huruf wawu dalam kondisi rofa’, menggunakan huruf ya’ pada kondisi nashab dan jarr. Dengan ketentuan: huruf yang berposisi sebelum wawu/ya’ dibaca kasroh dan huruf setelah wawu/ya’ terbaca fathah, Contoh: أفلح المجتهدون (rofa’) أكرمت المجتهدين (nashab) أحسنت إلى المجتهدين (jarr).

Bahan yang dapat dibentuk jamak mudzakkar salim ada dua macam:
1. Isim jamid
Dengan syarat:
 ‘Alam (nama)
 Mudzakkar (laki-laki)
 ‘Aqil (berakal)
 Tidak menyandang ta’ ta’nits
 Mufrod (tidak tatsniyah atau jama’)
 Tidak ditarkib
Contoh: زيد menjadi الزيدون
Maka lafadz رجل (bukan nama), هند (nama utk perempuan), لاحق (nama kuda), طلحة (menyandang Ta’ Ta’nits), الزيدان (tidak mufrod), سبويه (berbentuk tarkib mazji), tidak bisa dibentuk jama’ mudzakkar salim.
2. Isim sifat
Dengan syarat:
 Mudzakkar (laki-laki)
 ‘Aqil (berakal)
 Tidak menyandang ta’ ta’nits
 Tidak mengikuti wazan أفعل – فعلاء dan فعلان – فعلى
 Tidak dari lafadz yang bentuk mudzakkar dan mu’annatsnya sama.
Contoh: مجتهد menjadi المجتهدون
Maka lafadz حائض (sifat untuk perempuan, artinya: yang haid), سابق (sifat untuk kuda), علّامة (sifat yang menyandang Ta’), أحمر- حمراء (mengikuti wazan أفعل – فعلاء), سكران- سكرى (mengikuti wazan فعلان – فعلى), جريح(yang bisa digunakan untuk mensifati laki-laki dan perempuan), tidak bisa dibentuk jamak mudzakkar salim.
Berikut ini adalah beberapa lafadz yang dalam hal i’robnya disetarakan dengan jamak mudzakkar salim:
 أولو ; Bukan jama’ mudzakkar salim melainkan isim jama’. Contoh: لا يأتلِ أولوا الفضل منكم والسعة (rafa’)
انْ يؤْتوا أولي القربى (nashab)
انّ في ذلك لذكرى لأولي الألباب (jarr)
 عالَمون isim jama’. Karena tidk mempunyai bentuk mufrod. Adapun lafadz عالَم bukan merupakan bentuk mufrod dari lafadz عالَمون .
 عشرون – تسعون (bilangan puluhan dari dua puluh sampai sembilan puluh); kesemuanya adalah isim jama’ bukan jama’ mudzakkar salim.
 أرَضون ; jama’ taksirnya isim mu-annats yang tidak berakal, yakni lafadz أرْض (bumi).
 سِنون ; jama’ taksirnya lafadz سَنة (tahun). Lafadz سَنة ini adalah isim yang mu-annats yang tidak berakal, bentuk aslinya adalah سَنَو atau سَنه . kemudian wawu/ha’-nya dibuang dan diganti dengan ha’ ta’nits.
 Lafadz-lafadz yang berpola sama dengan سِنون , yaitu setiap bentuk jama’ dari isim tsulatsi (isim yang akar kata-nya terdiri dari tiga huruf) yang huruf akhirnya dibuang dan diganti dengan ha’ ta’nits, seperti lafadz قلين, عزين, عضين ; bentuk jama’ dari lafadz قلة, عزة, عضة .

6. Af’alul homsah / amtsilatul homsah (الأفعال الخمسة/الأمثلة الخمسة )
Af’alul khomsah (fi’il2 yang lima) ini ditandai dengan adanya huruf nun untuk i’rob rofa’-nya dan dengan terbuangnya huruf nun untuk i’rob nashob dan jazm-nya.
Contoh: فِيْهِمَا عَيْنَانِ تَجْرِيَانِ (rofa’)
لن تفعلوا (nashob)
لم تفعلوا (jazm)
Af’alul khomsah tersebut adalah sebagai berikut:
1. يفعلان (يفعل + alif dan nun tanda i’rob); fi’il mudlori’ yang tersambung dengan alif tatsniah
2. تفعلان (تفعل + alif dan nun tanda i’rob); fi’il mudlori’ yang tersambung dengan alif tatsniah
3. يفعلون (يفعل + wawu dan nun tanda i’rob); fi’il mudlori’ yang tersambung dengan wawu jama’
4. تفعلون (تفعل + wawu dan nun tanda i’rob); fi’il mudlori’ yang tersambung dengan wawu jama’
5. تفعلين (تفعل + ya’ dan nun tanda i’rob); fi’il mudlori’ yang tersambung dengan ya’ mu_annatsah mukhothobah.
7. Fi’il mudlori’ mu’tal akhir (الفعل المضارع المعتلّ الأخر)
Ialah fi’il mudlori’ yang huruf akhirnya berupa huruf ‘illat, yakni: alif, wawu, dan ya’. Ia dijazmkan dengan menggunakan tanda “terbuangnya huruf ‘illat”. Contoh:
يخشى  لم يخشَ (membuang alif)
يرمي  لم يرمِ (membuang ya’)
يدعو  لم يدع (membuang wawu)

I’rob taqdiry (الإعراب التقديري)
Telah kita lalui i’rob dhohiry, yaitu i’rob yang menggunakan tanda yang jelas; tampak; bisa dirasakan oleh lisan. Dan berikut ini akan kita bahas i’rob-i’rob yang bersifat taqdiry atau kira-kira saja, artinya keberadaan tanda i’rob hanya dibayangkan berada pada huruf akhir. Contoh: جاء الفتى . pada contoh tersebut lafadz الفتى berkedudukan sebagai fa’il yang aturannya ia harus dibaca rofa’. Lha mana tanda i’robnya ? bisa dijawab: tidak kelihatan! Yaitu harokat yang dibayangkan ada pada huruf alif ‘mbengkong’ yang berada di akhir kalimat.
Kalimat-kalimat yang di-i’rob-i secara taqdiry tersebut adalah sebagai berikut:
 Kalimat-kalimat mu’rob yang berakhiran huruf ‘illat.
 Yang berakhiran alif.
Meliputi:
a. Fi’il mudlori’ yang berakhiran alif, seperti lafadz يهوَى
b. Isim maqshur, seperti lafadz الفتى
Keterangan:
Menggunakan i’rob taqdiry dalam tiga kondisi; rofa’, nashab, dan jarr. contoh: جاء الفتى, رأيتُ الفتى, مررتُ بالفتى, زيد يهوَى الهدى
Adapun dalam kondisi jazm ia menggunakan i’rob yang dhohir, yakni dengan tanda pembuangan huruf ‘illat. Contoh: لم نخشَ إلّا الله
 Yang berakhiran wawu dan ya’.
Meliputi:
a. Fi’il mudlori’ yang berakhiran wawu atau ya’, seperti lafadz يدعو ,يقضي
b. Isim manqush, seperti lafadz القاضي
Menggunakan i’rob taqdiry dalam dua kondisi, yaitu rofa’ dan jarr. يقضي القاضي على الجاني, يدعو الداعي إلى النادي
Adapun dalam kondisi nashob menggunakan tanda fathah yang dhohir (tampak). لن أعصيَ القاضيَ, ولن أدعوَ إلى غير الحقّ
Dan dalam kondisi jazm dengan membuang wawu dan ya’. لم أقضِ بغير الحقّ (membuang ya’), و لا تدعُ إلّا اللهَ (membuang wawu)
Catatan:
Isim yang berakhiran huruf alif disebut isim maqshur. Dengan ketentuan; huruf sebelum akhir berharokat fathah, seperti lafadz الفتى
Isim yang berakhiran huruf ya’ disebut isim manqush. Dengan ketentuan; huruf sebelum akhir berharokat kasroh, seperti lafadz القاضي

 Lafadz yang di-idlofah-kan pada ya’ mutakallim.
Dalam kondisi rofa’ dan nashob, ia dii’robi dengan dlummah dan fafhah yang dikira-kirakan pada huruf akhir. Dan huruf sebelum ya’ harus dibaca kasroh guna menyesuaikan dengan ya’. Harokat kasroh seperti ini biasa disebut dengan kasroh munasabah.¬
Contoh: ربّيَ الله, أطعتُ ربّي
harokat fathah pada ya’-nya lafadz ربِّيَ الله adalah harokat yang didatangkan untuk penyelamatan dari bertemunya dua huruf yang mati.

 Al mahky (Lafadz yang di-hikayah-kan/diceritakan) yang bukan jumlah.
Hikayah adalah mendatangkan lafadz persis seperti saat didengar.
Hikayah ada yang berupa hikayah kalimat (kata), dan ada yang berupa hikayah jumlah (kalimat sempurna).
Hikayah kalimat seperti كتبتُ يعلمُ (saya menulis kata ‘يعلمُ’). Lafadz يعلمُ asalnya adalah fi’il mudlori’ yang dibaca rofa’, dan dalam contoh ini ia sebagai yang diceritakan; sebagai maf’ul bih (obyek)-nya lafadz كتبتُ dan i’robnya menggunakan i’rob yang taqdiry.
Adapun Hikayah jumlah menggunakan i’rob mahally (i’rob mahally insya’Allah nanti akan dibahas ), seperti:
سمعتُ "حيّ على الصلاة" (saya mendengar kalimat “حيّ على الصلاة”).
 Kalimat-kalimat mabny atau jumlah yang digunakan sebagai nama.
ketika anda membikin nama dari lafadz yang mabny, maka lafadz tersebut tidak akan berubah dari keadaan semula dan i’robnya adalah i’rob taqdiry. Seperti lafadz رُبَّ yang digunakan sebagai nama dalam contoh: جاء رُبَّ, رأيتُ رُبَّ, مررْتُ بِرُبَّ
Begitu pula jumlah yang digunakan sebagai nama. Seperti lafadz تأَبَّطَ شَرًّا dalam contoh: جاء تأَبَّطَ شَرًّا, رأيتُ تأَبَّطَ شَرًّا, مررتُ بِتأَبَّطَ شَرًّا
I’rob mahally(الإعراب المحلّي)
I’rob mahally adalah i’rob yang bersifat abstrak (إعتباري). Tidak tampak jelas (ظاهري) . Tidak pula dikira-kirakan/dibayangkan (تقديري) . I’rob mahally hanya ada pada kalimat-kalimat yang mabny. Termasuk jumlah yang dihikayahkan.
Perlu diketahui bahwa baik kalimah mu’rob maupun mabny sama saja dalam pengaruh i’rob. Hanya saja, pengaruh pada mu’rob jelas (ظاهري) atau pembayangan (تقديري)dan pengaruh i’rob pada al-mabny bersifat abstrak (إعتباري). Misal سبويهِ yang mabny, dalam جاء سبويهِ , berstatus i’rob rofa’ dan dalam رأيتُ سبويهِ berstatus nashab. Artinya hanya posisinya saja yang beri’rob.
Namun demikian kalimat-kalimat mabni berikut ini tidak ada pengaruh i’rob sama sekali. Baik pengaruh yang bersifat dhohir, taqdir, maupun mahally\i’tibary. Yaitu:

• Huruf
• Fi’il amr
• Fi’il madli yang tidak didahului adat (piranti) syarat yang menjazmkan
• Isim fi’il
• Isim shout

1 komentar: